Jantungku berdegup kencang saat
pesawat yang kutumpangi mulai terbang melambat di langit Belanda. Hamparan rumput hijau dan kanal-kanal yang tertata
rapi di negeri Van Oranje begitu memanjakan mata. Tiba di bandara Schipol,
Amsterdam, aku disambut dengan angin sejuk khas musim dingin. Rasanya senang
sekali bisa merasakan udara yang berbeda dari negara tropis di mana ku berasal.
Saat pertama kali menginjakkan
kakiku di Amsterdam, hal pertama yang ada dalam pikiranku adalah kanal. Aku
mendengar cerita seorang kawan, bahwa setiap tahun, sekitar tiga juta wisatawan
berkenalan dengan kanal-kanal di ibukota Belanda itu.
Aku pribadi sangat kagum dengan
gagasan sistem kanal di Belanda. Kanal yang tertata rapi memisahkan jalan di
kota-kota Belanda, berjalan seperti pembuluh darah. Sebuah perpaduan apik
modernitas dengan harmoni alam. Tak heran jika UNESCO menetapkan lingkaran
kanal Amsterdam sebagai warisan budaya dunia yang harus dilestarikan.
Meski Amsterdam terkenal karena
banyak hal seperti Red Lights, arsitekturnya yang klasik, logo XXX, tulip dan
kincir angin—aku lebih sering melihat kota ini direpresentasikan oleh gambaran
sebuah jembatan sepertiga lingkaran yang berdiri gagah di atas kanal-kanal yang
bersih dan cantik. Tak heran jika
Amsterdam disebut sebagai “Venice of the North” karena kota itu memiliki lebih
dari 100 kilometer aliran kanal dan 1.500 jembatan. Aku memang belum pernah ke
Venice, tapi berada di Amsterdam yang memiliki air melimpah mengingatkanku
bahwa aku berada di sebuah tempat istimewa.
Pada zaman dahulu kala, bangsa
Belanda membangun kanal bukan hanya bertujuan untuk memperindah kota. Tapi
mereka punya visi yang lebih cemerlang dari itu. Karena sebagian besar dataran
Belanda berada di bawah permukaan laut, pada sekitar abad ke 13, mereka mencari
cara agar negaranya tidak tenggelam. Mereka kemudian membangun tanggul dan
bendungan yang mendorong air ke laut agar dataran tetap kering.
Pada zaman keemasan Belanda,
yaitu abad ke 17, tiga kanal utama yakni Herengracht, Prinsengracht, and
Keizersgracht dibangun dengan perencanaan sangat cermat. Setiap kali kota berkembang, dibangun
lingkaran kanal baru yang berfungsi sebagai lini pertahanan dari musuh dan sebagai
sarana angkutan lalulintas pelayaran barang niaga yang sangat penting.
Sistem Drainase dan Kanal
Belanda
sangat kreatif dalam menangani sistem drainase. Pada umumnya, mereka tidak
menggunakan got terbuka seperti di Indonesia. Hampir semua got berada di bawah
tanah. Semua limbah buangan rumah tangga dan air hujan langsung dialirkan dari
got-got ke tempat pembuangan akhir. Jadi, di sana jarang sekali terdengar
adanya banjir akibat got mampet terhambat sampah.
Soal
pemeliharaan kanal, pemerintah Belanda juga tak main-main. Kanal-kanal seperti
di Amsterdam, Den Haag dan Utrecht dijaga kebersihannya dengan alat keruk
khusus. Tak heran jika kanal-kanal di negeri ini bersih dan bisa dilewati oleh
motor boat, perahu pesiar dan perahu wisata.
Pemanfaatan
Kanal
Sesuai
perkembangan zaman, pemanfaatan kanal di Belanda pun bertambah. Sekali dalam
satu tahun, pada pertengahan Agustus berlangsung Festival Kanal Amsterdam
(Grachtenfestival). Ini adalah festival musik klasik yang didesain untuk semua
usia. Saat musim panas tiba, warga Belanda senang menghabiskan waktunya di
bawah sinar matahari sambil bersantai di tepian kanal. Sementara saat
kanal-kanal membeku menjadi hamparan es pada waktu musim dingin, ini menjadi
arena favorit bermain ice skating.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar