Jumat, 11 Mei 2012

Negeri “1000” Kanal

 
Jantungku berdegup kencang saat pesawat yang kutumpangi mulai terbang melambat di langit Belanda.  Hamparan rumput hijau dan kanal-kanal yang tertata rapi di negeri Van Oranje begitu memanjakan mata. Tiba di bandara Schipol, Amsterdam, aku disambut dengan angin sejuk khas musim dingin. Rasanya senang sekali bisa merasakan udara yang berbeda dari negara tropis di mana ku berasal.

Saat pertama kali menginjakkan kakiku di Amsterdam, hal pertama yang ada dalam pikiranku adalah kanal. Aku mendengar cerita seorang kawan, bahwa setiap tahun, sekitar tiga juta wisatawan berkenalan dengan kanal-kanal di ibukota Belanda itu.

Aku pribadi sangat kagum dengan gagasan sistem kanal di Belanda. Kanal yang tertata rapi memisahkan jalan di kota-kota Belanda, berjalan seperti pembuluh darah. Sebuah perpaduan apik modernitas dengan harmoni alam. Tak heran jika UNESCO menetapkan lingkaran kanal Amsterdam sebagai warisan budaya dunia yang harus dilestarikan.

Meski Amsterdam terkenal karena banyak hal seperti Red Lights, arsitekturnya yang klasik, logo XXX, tulip dan kincir angin—aku lebih sering melihat kota ini direpresentasikan oleh gambaran sebuah jembatan sepertiga lingkaran yang berdiri gagah di atas kanal-kanal yang bersih dan cantik.  Tak heran jika Amsterdam disebut sebagai “Venice of the North” karena kota itu memiliki lebih dari 100 kilometer aliran kanal dan 1.500 jembatan. Aku memang belum pernah ke Venice, tapi berada di Amsterdam yang memiliki air melimpah mengingatkanku bahwa aku berada di sebuah tempat istimewa.

Pada zaman dahulu kala, bangsa Belanda membangun kanal bukan hanya bertujuan untuk memperindah kota. Tapi mereka punya visi yang lebih cemerlang dari itu. Karena sebagian besar dataran Belanda berada di bawah permukaan laut, pada sekitar abad ke 13, mereka mencari cara agar negaranya tidak tenggelam. Mereka kemudian membangun tanggul dan bendungan yang mendorong air ke laut agar dataran tetap kering.

Pada zaman keemasan Belanda, yaitu abad ke 17, tiga kanal utama yakni Herengracht, Prinsengracht, and Keizersgracht dibangun dengan perencanaan sangat cermat.  Setiap kali kota berkembang, dibangun lingkaran kanal baru yang berfungsi sebagai lini pertahanan dari musuh dan sebagai sarana angkutan lalulintas pelayaran barang niaga yang sangat penting.


Sistem Drainase dan Kanal

Belanda sangat kreatif dalam menangani sistem drainase. Pada umumnya, mereka tidak menggunakan got terbuka seperti di Indonesia. Hampir semua got berada di bawah tanah. Semua limbah buangan rumah tangga dan air hujan langsung dialirkan dari got-got ke tempat pembuangan akhir. Jadi, di sana jarang sekali terdengar adanya banjir akibat got mampet terhambat sampah.

Soal pemeliharaan kanal, pemerintah Belanda juga tak main-main. Kanal-kanal seperti di Amsterdam, Den Haag dan Utrecht dijaga kebersihannya dengan alat keruk khusus. Tak heran jika kanal-kanal di negeri ini bersih dan bisa dilewati oleh motor boat, perahu pesiar dan perahu wisata.

Pemanfaatan Kanal

Sesuai perkembangan zaman, pemanfaatan kanal di Belanda pun bertambah. Sekali dalam satu tahun, pada pertengahan Agustus berlangsung Festival Kanal Amsterdam (Grachtenfestival). Ini adalah festival musik klasik yang didesain untuk semua usia. Saat musim panas tiba, warga Belanda senang menghabiskan waktunya di bawah sinar matahari sambil bersantai di tepian kanal. Sementara saat kanal-kanal membeku menjadi hamparan es pada waktu musim dingin, ini menjadi arena favorit bermain ice skating.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar